TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar membandingkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dengan Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto. Cak Imin –panggilan Muhaimin Iskandar— membandingkan keduanya dalam konteks dinasti politik.
Ia menyebutkan, saat Soeharto berkuasa, pemerintah Orde Baru itu mengangkat anaknya, Siti Hardijanti Hastuti Rukmana alias Tutut Soeharto, menjadi menteri sosial pada 1998. Tak lama setelah Tutut masuk kabinet, bergulir Reformasi yang menumbangkan pemerintahan Soeharto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu, di era pemerintahan Presiden Jokowi, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mendorong putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden dalam pemilihan presiden 2024 hingga terpilih menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, calon presiden.
"Dulu, kita tidak pernah membayangkan Pak Harto yang sekuat itu saja, baru ngangkat Bu Tutut jadi Mensos sudah jatuh," kata Cak Imin di acara Musyawarah Kerja Nasional PKB di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Selasa, 23 Juli 2024. "Hari ini, Pak Jokowi bisa menjadikan anaknya wakil presiden, aman-aman saja."
Dalam pemilihan presiden 2024, Muhaimin ikut berkontestasi melawan Prabowo-Gibran. Ia menjadi calon wakil presiden yang mendampingi Anies Rasyid Baswedan. Pasangan calon Anies-Muhaimin serta Ganjar Pranowo-Mahfud Md kalah dalam pemilihan presiden tersebut. Keduanya dikalahkan oleh pasangan Prabowo-Gibran. Pasangan calon ini akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden 2024-2029 pada 20 Oktober mendatang.
Muhaimin bersyukur karena kondisi Indonesia masih dalam keadaan aman dan seluruh masyarakat tetap bersatu walaupun terjadi perubahan drastis selama pemilihan presiden 2024. "Kita tidak pernah juga membayangkan bagaiamana konstelasi politik nasional kita, fondasi-fondasi kekuatan tetap bisa kita jaga," kata dia.
Ia juga mengingatkan kader partainya agar mencegah konflik di masyarakat. "Potensi perpecahan harus diantisipasi, potensi kerawanan harus kita hadapi dan PKB harus jadi penguat ideologi kebangsaan yang kokoh," katanya.
Daftar harga foto presiden wakil presiden terbaru Desember 2024
Bingkai Foto Presiden dan Wakil Presiden
Set POSTER FOTO Presiden Prabowo Wakil Presiden Gibran Poster Presiden 2024 24x33 cm
Pigura Foto Bingkai Foto Presiden Wakil Dan Garuda A4 21x30 cm
Foto Presiden Dan Wakil Presiden Indonesia 2019 - 2024 Jokowi Maruf Amin Ukuran Kecil Poster Presiden
Foto Poster Presiden & Wakil Presiden 2019-2024 ukuran besar 35x50 terbaru
Foto Presiden Wakil Presiden Resmi Terbaru Set Garuda U3-GC Pigura A4
Bingkai Pigura Frame Foto Presiden & Wakil 25x35 cm - Patung Garuda 25x25
Bingkai Pigura Frame Foto Presiden dan Wakil 35x50 cm
Foto Presiden Wakil Presiden Terbaru Resmi Setneg dan Garuda Pigura A4
Bingkai Foto Presiden Wakil Presiden Garuda Pancasila Ukuran 30 cm x 40 cm
Belanja di App banyak untungnya:
Suara sanggahan muncul ketika foto Presiden Joko Widodo (Jokowi) disandingkan dengan Presiden ke-2 RI Soeharto dengan disertakan narasi kesamaan pemerintahan antara keduanya. Mereka yang menyanggah tidak setuju dengan hal itu. Siapa saja mereka?
Untuk diketahui, foto Jokowi dan Soeharto sejajar mengenakan jas dan peci warna hitam diunggah di akun Instagram YLBHI. YLBHI menyebut foto tersebut dibuat oleh koalisi masyarakat sipil.
"Itu buatan koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia, ada banyak member-nya," kata Ketua YLBHI M Isnur kepada wartawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akun Instagram Fraksi Rakyat Indonesia juga memposting foto Jokowi sejajar dengan Soeharto. Akun YLBHI dan Fraksi Rakyat Indonesia sama-sama memberikan keterangan pemerintahan Jokowi serupa dengan Orde Baru atau Orba.
Berikut 10 poin kesamaan pemerintahan Jokowi dan Orba versi Fraksi Rakyat Indonesia:
1. Mengutamakan pembangunan fisik dan serba "dari atas" ke "bawah" untuk kejar target politik minus demokrasi.2. Pembangunan bernuansa koruptif dan nepotis3. Tidak ada perencanaan resiko untuk masyarakat yang terdampak pembangunan sehingga menciptakan kemiskinan (pemiskinan) struktural4. Pembangunan tidak berizin atau dengan izin yang bermasalah5. Legal (UU dan Kebijakan) namun tanpa legitimasi suara rakyat.6. Melayani kehendak kekuasaan dan elite oligarki dengan cara perampasan & perusakan lingkungan.7. Menstigma rakyat yang melawan perampasan hak dengan melawan pembangunan, komunis, radikal, anarko8. Menangkap, mengkriminalisasi bahkan tak segan menembaki rakyat yang mempertahankan hak hingga terbunuh9. Pendamping & warga yang bersolidaritas dihalangi bahkan ditangkap10. Mengontrol narasi, informasi termasuk membelokkan fakta.
PDIP Sebut Ada Kesamaan dan Perbedaan
Senior PDIP Hendrawan Supratikno menyebut ada persamaan serta perbedaan pemerintahan Jokowi dan Soeharto. Persamaan terletak pada ekonomi, sementara perbedaan terletak pada politik.
"Meski ada kesamaannya, tetap lebih banyak perbedaannya. Di zaman Soeharto, pakem yang dijalankan, liberalisme ekonomi digenjot, liberalisme politik dikendalikan. Jadi muncul pemerintahan yang otoriter. Ada defisit demokrasi," sebut Hendrawan.
"Sekarang, liberalisme ekonomi dan politik berjalan bareng. Di tengah-tengah liberalisasi, disrupsi teknologi dan globalisasi, Jokowi berusaha mengorkestrasi peran negara untuk terus hadir sebagaimana ada dalam konsideran Nawacita," tegasnya.
Anggota Komisi XI DPR RI ini mengulas juga soal adanya penilaian era saat ini demokrasi Indonesia sudah bablas. Jokowi, kata Hendrawan, mengoreksi kondisi tersebut.
"Di era reformasi, ada yang bahkan berpandangan, demokrasi kita sudah kebablasan. Orang bebas berekspresi apa saja, termasuk yang mendasarkan gerakannya pada ideologi di luar Pancasila. Pemerintahan Jokowi berusaha melakukan koreksi, sebelum terlambat dan kita terancam disintegrasi," ucapnya.
Lihat juga video 'Jokowi Targetkan Konservasi Laut 32,5 Juta Hektare pada 2030':
[Gambas:Video 20detik]
Simak selengkapnya di halaman berikut
Presiden Indonesia berhak mendapatkan rumah setelah menyelesaikan masa jabatannya. Namun, ternyata tidak semua kepala negara Indonesia menerima hadiah dalam bentuk rumah.
Seperti yang tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 1978, mantan presiden dan wakil presiden Indonesia yang berhenti secara terhormat berhak diberikan rumah kediaman yang layak dengan perlengkapannya masing-masing.
Meskipun sudah ada aturannya, namun tak semua mantan presiden RI menerima hadiah berupa rumah. Ada juga yang lebih memilih hadiah berupa uang sebagai ganti lahan dan rumah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini hadiah dari RI yang diberikan untuk para mantan presiden.
Dalam catatan detikX, Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto mendapatkan uang Rp 26,6 miliar sebagai pengganti harga tanah dan biaya pembangunan rumah Puri Jati Ayu di kawasan sekitar Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada 1970-an.
Video: Fakta di Balik Pertemuan Prabowo-Jokowi
Hasil Pencarian Foto Presiden Wakil Presiden
Foto presiden wakil presiden terbanyak dilihat
Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden Indonesia periode 2004-2014, Susilo Bambang Yudhoyono menerima hadiah rumah dari negara setelah pensiun. Rumah tersebut berlokasi di Jalan Mega Kuningan Timur VII, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan. Di lahan seluas kurang dari 1.500 meter persegi itu dibangunkan rumah mewah berlantai dua dilengkapi lift, tepat di belakang kantor Kedutaan Besar Qatar untuk Indonesia.
Presiden Joko Widodo tengah menyiapkan rumah hadiah dari negara yang akan diberikan kepadanya setelah masa jabatannya habis. Berbeda dari presiden-presiden sebelumnya, rumah Jokowi berada di Desa Blulukan, Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Nantinya di atas lahan seluas 12.000 meter persegi itu akan dibangun rumah pensiun Jokowi. Saat ini sudah mulai pemasangan pagar keliling di sekitar lahan tersebut dan mulai masuknya alat berat seperti ekskavator hingga backhoe.
Sebagai informasi, Kemenkeu mengeluarkan aturan terkait pengadaan rumah bagi mantan presiden dan wakil presiden melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2022 yang menyebutkan Maksimal luas tanah di dalam ibu kota negara adalah 1.500 meter persegi dan setara dengan itu bisa di luar kota.
Jakarta, CNBC Indonesia - Organisasi pangan dan pertanian dunia atau FAO memberikan penghargaan tertinggi terhadap Presiden Joko Widodo berupa Agricola Medal. Baru dua Presiden RI yang mendapatkan penghargaan itu, yakni Jokowi dan Soeharto.
"Ini penghargaan tertinggi. Dulu kita pernah terima penghargaan dari FAO yaitu 10 November 1984. Yang terima adalah Pak Harto, waktu itu ketahanan pangan, swasembada, dan seterusnya.Hari ini, alhamdulillah selama 10 tahun pemerintahan Jokowi menunjukkan kinerja luar biasa," kata Menteri Pertanian Amran Sulaiman usai mendampingi Jokowi mendapatkan penghargaan FAO itu, Jumat (30/8/2024).
Amran mengatakan, Jokowi diberi penghargaan itu karena mampu menjaga ketahanan pangan di Indonesia. Ia mengklaim ukuran keberhasilan menjaga ketahanan pangan itu ialah inflasi yang rendah di kisaran target 2,5%.
Ia juga mengatakan, Jokowi mampu menjaga tren swasembada pangan di sektor beras, karena selama empat tahun terakhir tak ada impor beras medium. Tak ada impor beras medium itu ia katakan terjadi pada 2017, 2019, 2020, dan 2021.
"Alhamdulillah ini sejarah baru bagi Indonesia, selama 10 tahun beliau menjadi presiden, 4 tahun swasembada pangan sempurna tanpa impor beras medium, aku tegasin tanpa impor beras medium 2017, 2019, 2020, 2021. Sehingga FAO memberikan penghargaan tertinggi bidang pangan," ujar Amran.
Saat menerima penghargaan itu dari Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu, Jokowi mengatakan, sektor pertanian di Indonesia saat pandemi Covid-19 mampu tetap tumbuh 1,7% di 2023, memberikan kontribusi 12,5% bagi PDB nasional.
"Semua itu tidak lepas dari peran serta seluruh komponen bangsa dalam mewujudkan ketahanan kemandirian bangsa," kata Jokowi.
Oleh sebab itu, mantan wali kota Solo itu mengatakan, penghargaan Agricola Medal ini kita persembahkan untuk seluruh petani, seluruh masyarakat yang telah berkontribusi aktif dalam sektor pertanian.
"Semoga penghargaan tertinggi di bidang pangan dan pertanian ini dapat membangkitkan energi kolektif Indonesia untuk berkontribusi lebih besar bagi ketahanan pangan dunia," ujar Jokowi.
Saksikan video di bawah ini:
KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur
Selanjutnya adalah Presiden ke-4 Indonesia, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Ia lebih memilih hadiah berupa uang dibandingkan menerima hadiah rumah di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
"Gus Dur lebih memilih mengambil uang daripada rumah," ungkap Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa di Istana Negara seperti dikutip detikcom, Selasa, 15 April 2008.
Gus Dur beralasan sudah memiliki rumah sendiri di Jalan Warung Silah atau Jalan Al Munawaroh, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Karena itu, ia berharap pemerintah memberikannya dalam bentuk uang saja. Uang itu hendak dipakai untuk membiayai pembangunan pesantren dan lembaga kajian Islam di sekitar rumahnya.
Rupanya pemerintah tak menuruti keinginan Gus Dur. Pemerintah tetap memberikan lahan seluas 2.000 meter persegi di Mega Kuningan. "Gus Dur mendapatkan sebidang tanah di Mega Kuningan. Sekitar 2.000 meter persegi," kata Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, putri kedua Gus Dur, kepada detikX, Kamis, 22 Desember 2022.
Sejak diberikan kepada Gus Dur, lanjut Yenny, lahan tersebut tak pernah dibangun rumah. Hal itu karena, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu tetap memutuskan tinggal di Ciganjur hingga akhir hayatnya pada 30 Desember 2009. Gus Dur sejak awal berniat menjual lahan tanah pemberian dari negara tersebut.
Yenny lupa kapan persisnya tanah untuk Gus Dur itu dijual karena yang diminta mengurusi adalah kakak dan adiknya. Yang jelas, uang hasil penjualan lahan tersebut akan digunakan untuk mendanai pembangunan Pusat Studi Islam Asia Tenggara di Ciganjur, seperti yang telah dicita-citakan oleh Gus Dur.
Megawati Soekarnoputri
Sementara itu, Presiden Indonesia periode 2001-2004, Megawati Soekarnoputri menerima hadiah rumah dari negara.
Selama menjadi kepala negara, Megawati tinggal di rumah dinas di Jalan Teuku Umar No 27 dan 29, Menteng, Jakarta Pusat. Ia bolak-balik dari rumah dinas ke rumah pribadinya di Jalan Kebagusan IV, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Setelah pensiun, Megawati memilih menjadikan rumah dinasnya sebagai rumah hadiah tersebut.